20110218

manusia menyebutnya: USIA




Bagaimana bila lilin
disadarkan oleh api
bahwa nyalanya sebentar lagi?

Bilamana lilin
jika disadarkan oleh api
bahwa sumbunya semakin mendekati…

Sinarnya tampak bergetar disana-sini..

Kita selalu mengerti apa yang hendak disampaikannya..

Nyalanya memudar dan sebentar lagi padam.

20110130

Mata

Manusia tercipta dengan dua mata di mukanya. Tuhan memberinya agar ia leluasa menatap pemandangan didepannya. Pegunungan, pepohonan, orang-orang, semuanya.
Dari dua matanya, ia dapat melihat senyum temannya. Cara mereka berbicara, bergaya, dan bercanda.
Namun,manusia bilang; dunia terlalu manis ditatap dengan dua mata. Orang-orang kadang terlalu hebat dan tangguh untuk dipandang dengan dua bola mata.
Menutup satu kelopak mata, dan melihat dunia dengan yang satunya. Itu membuat manusia lebih riang hidupnya. Sebab, memandang rendah dunia, berarti meninggikan hatinya. Meninggikan posisinya.
Seperti, " bila kita tak terlalu tinggi, ambilah kursi dan naikilah. Bila tak ada kursi, paksalah mereka menunduk, jongkok, dan merayap, sehingga mereka tak pernah lebih tinggi dari kita."
Demikianlah, manusia. Dengan dua bola mata yang ada di kelopaknya, mereka lebih senang menggunakan yang sebelah saja. Sebab baginya, dunia tampak lebih indah bila dipandang dengan cara itu. Sebelah mata saja bagi manusia yang meninggikan hatinya.

20110125

Negeri Sarkasme

Sekali waktu Nona perlu melancong ke negeri yang telah lama menjadi bahan celoteh. Negeri dengan warna-warni hidup yang kian lama kian menjadi sarkasme. Namannya Negeri Sarkasme.

Negeri Sarkasme adalah negeri kaya raya dengan jutaan yang masih perlu bergelayut untuk hidup, menegadahkan tangan untuk makan.

Ia negeri paling hijau seantero jagat, hingga hutan-hutan ditebang berubah coklat berkulit tanah tak jadi masalah.

Ia negeri hukum, jadi; mencuri tiga biji kakao pun harus tetap dihukum; meski pencurinya nenek-nenek miskin yang tak mengerti apa itu hukum.

Ia negeri hukum, jadi; perkara besar perlu ditindak dengan serius, sangat serius, hingga si pelaku tak terurus. Tahu-tahu ia sedang jalan-jalan.

Ia adalah negeri yang sangat toleran. Hingga tiap-tiap kepala rakyat yang berpijak di tanahnya, punya wakil untuk bersuara, berpendapat untuk menyapaikan gagasan dan pemikiran. Baginya, kepentingan rakyat adalah hal yang paling utama. Tak ada yang lebih utama selain rakyat.

Karena beratnya tugas yang diemban, wakil rakyat perlu tunjangan yang "pantas" mobil dinas yang "pantas" rumah dinas yang "pantas".

Memang; pasti tiap-tiap kepala rakyat ingin menikmati hidup nyaman dan sejahtera. Jadi sebagai wakil rakyat bolehlah fatamorgana itu ia yang mewakilinya.

Jadi sebut saja negeri itu negeri sarkasme. Negeri dengan sejuta ironi yang diwakili manusia sisa-sisa kemarin.

20110124

Kera dan Nangka


Sejak ucapan cinta nangka yang pertama, kera berani tersenyum padanya. Semenjak itu kera berani beradu pandang dengan nangka. Aduan pandang yang menantang, membuatnya tak kuasa menyentuh kulitnya. "Sentuhan kasih sayang" ,katanya, sebagai permulaan belaian yang sering ia berikan.
Nangka merasa disayang dengan belaian, rambutnya kulitnya dan pipinya. Belai-membelai, kera membelainya dengan bibirnya. Nangka malu, tapi nangka mau. Nangka malu, tapi nangka mau dua kali sayang.

Semenjak itu kera boleh berbuat apa saja padanya.

Ayah pernah bilang pada kera. Sebuah nasehat yang tak ia hiraukan. Sebuah nasehat dari raja yang ingin melindungi lelakinya.
Ibu pernah berpesan pada nangka. Sebuah pesan yang tak ia hiraukan. Sebuah nasehat dari ratu yang ingin menjaga putrinya.

"Jangan pernah memandang nangka masak sebelum otak dan hatimu dewasa, sebab kau jadi ingin memetiknya, lalu membuka dan memakannya. Manis. Tapi kau akan merasa lengket dimana-mana. Lengket dimana-mana,.."

Ayah Ibu kera dan nangka pun hanya bisa mengelus dada sebab dipecundangi anaknya sendiri..

20110123

Tikus pun Tak Sudi

Aku iri pada binatang-binatang lain. Aku kadang benci menjadi diriku. Aku kadang malu pada teman-temanku. Aku malu pada musuh bebuyutanku, disaat ia sibuk bergelayut, bermanja-manja di kaki tuannya, aku masuk di koran-koran, di televisi-televis, di berita-berita memuakkan.

Aku tak habis pikir, mengapa manusia-manusia itu seenaknya mengidentikan diriku dengan sesamanya yang licik.

Sudah lama ingin kukatakan pada semuanya:

"aku lebih baik dari ia, manusia licik. Aku lebih baik. Aku memang mengambil milik orang lain untuk hidup. Tapi aku selalu jujur bahwa itu satu-satunya jalanku untuk hidup. Toh mereka tak akan memberi makan gratis padaku sekalipun aku tersenyum manis didepan mereka?
Sedang ia adalah manusia licik. Yang mencari kepercayaan manusia lain, lalu mengelabui tanpa nurani. Ia berbohong, meski ia di beri kepercayaan.
Aku mencuri sebab tak ada satu pun yang mempercayaiku. Sedang ia? Mencuri meski semua orang mempercayainya.

Aku tak pernah sama dengan mereka. Aku Tikus, ia Manusia. Aku benci disamakan dengan pendusta seperti ia.


(*Suatu malam ketika kudengar cericit tikus bersautan)